Minggu, 27 November 2016

HAKIM CIUM TANGAN TERDAKWA

HAKIM CIUM TANGAN TERDAKWA (Sebuah Pelajaran Berharga dr Jordania)

Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Ia meninggalkan tempat duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.

Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan, “Inilah hukuman yang kuberikan kepadamu, Guru.”

Rupanya, terdakwa itu adalah gurunya sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria tua yang duduk di kursi pesakitan itu adalah gurunya.

Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tsb mengerti benar, pukulan dr guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti akhlak dan menjadi lebih disiplin. Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi hakim seperti sekarang.

Peristiwa yang terjadi di Jordania pada pekan lalu dan dimuat di salah satu surat kabar Malaysia ini sesungguhnya merupakan pelajaran berharga bagi kita semua sebagai orangtua. Meskipun kita tidak tahu persis kejadiannya secara detil, tetapi ada hikmah yang bisa kita petik bersama.

Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah memukul kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan guru karena mereka percaya, itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang hormat kepada guru dan orangtua.

Lalu saat kita menjadi orangtua di zaman sekarang… tak sedikit berita orangtua melaporkan guru karena telah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya. Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai. Bukan mendidik...... Fungsi pendidikan sudah hilang krn tdk adanya kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat.

Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya. Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi.
Di bantaeng guru disel..di jawa tengah guru sd mencubit siswanya dipidanakan...semuanya atas nama HAM...undang2 perlindungan Anak..tapi ketika moralitas hancur akhlak generasi bobrok pernahkan HAM dan dedengkotnya membuat aksi nyata...?
Semoga tulisan ini, bagi kita para orangtua atau walimurid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi untuk menyiapkan sebuah generasi masa depan. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan.

0 komentar:

Posting Komentar